Persahabatan umumnya bermula saat kita bertemua dengan orang lain yang memiliki kesamaan minat, gaya hidup, cita-cita dan lain-lain. Selain itu, sahabat biasanya juga memiliki daya tarik yang membuat kita senang menghabiskan waktu bersama dirinya, baik dalam suka dan duka. Di dalam persahabatan, juga ada kebiasaan saling memberi dan menerima.
Di dalam kitab Amsal tertulis, bahwa hubungan persahabatan dapat mempengaruhi katakter kita. Mudahnya, apabila kita bersahabat dengan orang pemalas, kita pun terpengaruh dengan kebiasaan buruknya itu. Sebaliknya, apabila kita bergaul dengan orang yang berwawasan luas, kita bisa menjadi pintar walau aslinya otak kita pas-pasan, he… he… he…
Perjumpaan dengan seorang sahabat sejati, tentu membutuhkan upaya yang tidak main-main. Jika diibaratkan, bagai mencari baju yang terbaikl di antara tumpukan baju yang sedang diobral, dan umumnya kurang baik mutunya. Ada adagium, jangan memilih-milih teman, tapi ini tidak berlaku dalam persahabatan. Seorang sahabat, sedikit banyak akan mempengaruhi dan mewarnai kehidupan kita.
Karena itu, jangan ragu untuk melihat bibit, bebet, dan bobot seorang teman yang bakal menjadi sahabat kita. Kemudian, apabila kandidat sahabat tersebut sudah memenuhi kriteria bibit, bebet, dan bobot, langkah berikutnya adalah mengetahui potensi kelanggengan hubungan kita dan sahabat, melalui hal-hal berikut:
1.Sahabat yang sejati, bersedia untuk tidak sekadar menerima pemberian kita, tetapi juga memberi saat kita membutuhkan. Ia mau berjalan bersama. Sama-sama tertawa saat kita gembira, dan sebaliknya, mau ikut bermuram durja saat kita sedang sengsara. Sahabat, juga akan membuat kita lebih maju dalam studi, pelayanan, dan lain-lain. Artinya, ada pengaruh positif yang diberikan sahabat kepada kita.
2.Kita dan sahabat juga harus saling menerima apa adanya. Ini termasuk status ekonomi, ras atau suku, pendidikan, bahkan agama sekali pun. Untuk menguji ini, perhatikan sikap sahabat pada saat kita melakukan kesalahan dan membuatnya marah. Jika ia bersedia memaafkan dan tetap melanjutkan persahabatan, bisa jadi dia memang sahabat kita!
3.Seorang sahabat tidak hanya melulu menyenangkan hati. Ia juga tidak segan-segan memberi teguran apabila kita melakukan kesalahan. Ini karena ia tidak ingin sahabatnya jatuh ke dalam dosa. Tapi, sahabat yang baik tidak akan menegor dengan sewenang-wenang, melainkan dengan sopan dan dilakukan atas dasar kasih.
4.Sahabat yang baik, berarti bisa dapat dipercaya, menguasai diri, dan tidak akan membuka aib termasuk berkomitmen untuk menjaga reputasi sahabatnya. Ini berarti dia tidak akan membuka rahasia pribadi sahabatnya demi keuntungan pribadi. Malahan, dia akan menutupi kesalahan sahabatnya itu, dengan terlebih dulu memastikan bahwa si sahabat sudah menyadari kesalahannya tersebut.
5.Terakhir, kita bisa menilai kesejatian sahabat, dari kesediannya untuk berkorban bagi kita, tidak hanya materi tapi juga batin. Perhatikan hubungan Yonatan dan Daud, di mana Yonatan mempertaruhkan nyawanya di hadapan ayahnya (Saul) untuk keselamatan Daud. Juga Daud, yang usai menduduki tahta Israel, memenuhi komitmennya dengan merawat Mefibosyet, anak dari Yonatan.
Sumber : Glministry.com
No comments:
Post a Comment